Selasa, 10 Juli 2012

Vidio pembacaan proklamasi


Sejarah Gerakan Perempuan Indonesia Sebelum Kemerdekaan



Politik etis adalah pedang bermata dua.
Pada awalnya ia dimaksudkan untuk meninggikan daya beli rakyat Hindia Belanda, serta menghasilkan buruh-buruh murah dan birokrat rendahan yang cukup terdidik dari rakyat tanah jajahan. Biaya produksi kapitalisme tanah jajahan harus ditekan; terlalu mahal menggunakan tenaga impor dari Belanda. Ternyata, pembukaan sekolah-sekolah Belanda untuk elite pribumi dan para ningrat kelas dua seperti Sukarno, menghasilkan sekumpulan orang-orang muda berpendidikan Barat yang nantinya akan menjadi tulang punggung gerakan pembebasan nasional.
Perkebunan dan sawah-sawah lalu disirami dengan air dari bendungan irigasi yang dibangun oleh penjajah Belanda. Para pemuda kita pun kemudian berbondong-bondong memasuki Sekolah Rakyat, HIS, MULO dan HBS, hingga sekolah dokter (STOVIA), dan sekolah guru (Kweekschool). Pencerahan datang. Buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris membuka mata dan hati tentang perjuangan pembebasan nasional di seluruh negeri di bumi ini. Pencerahan menggugat orang-orang muda untuk berkumpul, bicara, berdiskusi dan menentukan. Lahirlah organisasi. Berdiri Budi Utomo, 1908.
Namun, jauh sebelum sejumlah priyayi terdidik Jawa mengumumkan Budi Utomo, perjuangan melawan Belanda telah dimulai di mana-mana. Bukan untuk pembebasan Indonesia, karena ia belum lahir sebagai sebuah realitas, tetapi untuk membebaskan tanah leluhur, gunung-gunung, bukit, sungai, pulau dan rakyatnya. Di akhir abad ke-19, perempuan-perempuan muda terlibat dalam perjuangan bersenjata melawan penjajah. Sebatas membantu suami pada awalnya, tetapi kemudian sungguh-sungguh menjadi pemimpin pasukannya. Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia, Christina Martha Tiahahu bersama Kapitan Pattimura, Emmy Saelan mendampingi Monginsidi, serta Roro Gusik bersama Surapati. Lalu ada Wolanda Maramis dan Nyi Ageng Serang. Gagasan kesetaraan gender belum ada, dan sama sekali belum menjadi kesadaran. Namun yang menarik adalah kebanyakan dari para perempuan ini adalah juga kaum bangsawan, para ningrat dengan status sosial lebih tinggi dibanding para “kawula” yang bertelanjang dada itu dan coklat hitam itu. Ini bisa dipahami, karena beberapa memilih angkat senjata sebab tanah-tanah keluarganya diserobot oleh Kumpeni. Terusik, karena pemilikan pibadinya terganggu. Tak perlu masuk sekolah Belanda untuk membangun gerakan nasional, para perempuan ini angkat senjata dengan gigih, dan membayar nyawanya di tiang gantungan seperti Tiahahu.

Sabtu, 07 Juli 2012

KEHIDUPAN PRASEJARAH YANG TERSISA HINGGA SAAT INI

KEHIDUPAN PRASEJARAH YANG TERSISA HINGGA SAAT INI
TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA
Dalam lintas sejarah kehidupan manusia, gua-gua dan ceruk payung dikenal sebagai salah satu tempat tinggal, baik secara tetap atau sementara, selain daerah terbuka lainnya. Pemanfaatan gua-gua sebagai tempat tinggal di Indonesia sudah dimulai sekitar  ± 10.000 tahun yang lalu (Poesponegoro et.al., 1993). Gua atau ceruk pada masa ini mulai dikenal sebagai pusat aktivitas manusia untuk beberapa macam kegiatan, antara lain : tempat tinggal, lokasi kegiatan industri alat (Batu, kayu atau tulang), dan lokasi penguburan.
Gua-gua dan ceruk payung sering digunakan manusia sebagai tempat berlindung dari gangguan iklim, cuaca (angin, hujan, panas dan dingin), dan juga dari gangguan dan serangan binatang-binatang buas serta ancaman dari kelompok manusia lainnya. Dalam periode penghunian gua, yang paling awal tampak bahwa gua dipergunakan sebagai tempat tinggal (hunian), kemudian pada kurun waktu berikutnya menjadikan gua sebagai tempat kubur dan tempat melaksanakan upacara-upacara ritual.
Pemanfaatan gua sebagai tempat penguburan menunjukkan adanya kecenderungan memilih bagian-bagian atau ruang-ruang yang lebih terisolasi, yaitu yang dekat dinding gua. Penguburan dalam gua pada umumnya dalam posisi rangka terlipat,  yang  menunjukkan adanya perlakuan khusus terhadap si mati. Sebagian ahli menganggap posisi rangka terlipat ini sebagai posisi tiruan kondisi bayi yang berada dalam rahim ibu, yang melambangkan suatu kelahiran kembali pada kehidupan sesudah mayi (Soejono, 1977), sebagian lainnya mendasarkan pada alasan praktis, yaitu untuk mengatasi tempat penguburan yang sempit. Sistem penguburan terlipat agaknya mulai berkembang luas sejak awal Kala Holosen, antara lain ditemukan di Gua Lawa, Gua Sodong, Gua Marjan, Gua Gentong (Simanjuntak, 1999).
Di samping itu tampak adanya jenis penguburan langsung (primer) dan penguburan kedua (sekunder), baik yang menggunakan wadah kubur maupun yang tanpa wadah kubur. Wadah kubur yang sering ditemukan dalam penguburan di gua-gua antara lain : tempayan gerabah, tempayan keramik (guci), atau peti mati dari kayu dengan berbagai bentuk dan ukuran.
Kalimantan merupakan sebuah pulau besar yang ada di wilayah negara Indonesia, yang dikenal mempunyai sumberdaya alam berupa perbukitan batu kapur yang cukup melimpah. Sumberdaya alam tersebut terdapat terutama disekitar daerah pegunungan yang ada, seperti di sekitar Pegunungan Meratus, Pegunungan Muller dan Pegunungan Schwanner. Menurut hasil penelitian pemantauan, kawasan perbukitan batu kapur di Kalimantan terbentuk secara acak dan terputus-putus. Kawasan perbukitan batu kapur yang sangat potensial terdapat antara lain : di Tanjung Mangkalihat, Binuang, Muara Uya dan lain-lain. Di kawasan perbukitan batu kapur seperti ini, biasanya banyak terdapat gua atau ceruk payung.
Sementara itu, gua dan ceruk payung yang ada di wilayah Kalimantan tampaknya banyak yang masih dipergunakan sebagai tempat penguburan tradisional oleh masyarakat setempat. Temuan berupa wadah kubur baik yang masih lengkap isinya maupun yang sudah kosong serta temuan tulang tengkorak pada gua dan ceruk payung jelas menunjukkan adanya kegiatan penguburan yang pernah dilakukan pada tempat tersebut. Hanya sayangnya sampai saat ini siapa pendukung tradisi penguburan gua  belum dapat diketahui dengan jelas. Masyarakat  yang ada disekitar  lokasi situs saat ini, banyak yang tidak (kurang) tahu tentang proses penguburan dalam gua.  Oleh karena itu, untuk mendapatkan gambaran tentang proses penguburan yang mendekati kebenaran, diperlukan bantuan dari studi etnografi tentang tata cara penguburan tradisional yang masih dilakukan oleh masyarakat saat ini. Studi etnografi yang digunakan untuk membantu penafsiran data arkeologi biasa dikenal dengan etnoarkeologi.
Studi etnoarkeologi yang dimaksudkan adalah studi tentang bagaimana masyarakat menangani sebuah kematian dan memperlakukan mayat mulai dari persiapan sampai pada pelaksanaan penguburannya, bagaimana bentuk wadah kubur yang digunakan, bagaimana bekal kubur yang disertakan, dimana lokasi penguburannya, bagaimana pengaturan atau penjadwalan jenis penguburannya dan lain-lain. Semua keterangan itu merupakan data pembanding yang sangat berguna bagi pengungkapan dan penjelasan tentang sisa-sisa penguburan dalam gua-gua di wilayah Kalimantan.

Proses masuk dan berkembangnya islam di indonesia

Perkembangan Islam di Indonesia
A. Awal Masuknya Islam di Indonesia
Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan

Proses Masuk dan Berkembangnya Pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia


Proses Masuk dan Berkembangnya Pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia
Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:
  1. Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
  2. Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,
  3. Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan
  4. Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.
Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia.

1. Hipotesis Brahmana
Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran budaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung hipotesis ini adalah Van Leur.

2. Hipotesis Ksatria
Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan antargolongan di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K. Bosch adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria.

3. Hipotesis Waisya
Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom adalah salah satu pendukung dari hipotesis waisya.

4. Hipotesis Sudra
Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.

Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.
Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan menambah khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.

1. Agama
Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Buddha sejak berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya baru tersebut membawa perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan.

2. Pemerintahan
Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.

3. Arsitektur
Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita memperhatikan Candi Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya India-Indonesia.

4. Bahasa
Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.

5. Sastra
Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra. Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-karya sastra yang muncul di Indonesia adalah:
  1. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,
  2. Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan
  3. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.

Agama Hindu
Agama Hindu berkembang di India pada ± tahun 1500 SM. Sumber ajaran Hindu terdapat dalam kitab sucinya yaitu Weda. Kitab Weda terdiri atas 4 Samhita atau “himpunan” yaitu:
  1. Reg Weda, berisi syair puji-pujian kepada para dewa.
  2. Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci.
  3. Yajur Weda, berisi mantera-mantera untuk upacara keselamatan.
  4. Atharwa Weda, berisi doa-doa untuk penyembuhan penyakit.
Di samping kitab Weda, umat Hindu juga memiliki kitab suci lainnya yaitu:
  1. Kitab Brahmana, berisi ajaran tentang hal-hal sesaji.
  2. Kitab Upanishad, berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.
Agama Hindu menganut polytheisme (menyembah banyak dewa), diantaranya Trimurti atau “Kesatuan Tiga Dewa Tertinggi” yaitu:
  1. Dewa Brahmana, sebagai dewa pencipta.
  2. Dewa Wisnu, sebagai dewa pemelihara dan pelindung.
  3. Dewa Siwa, sebagai dewa perusak.
Selain Dewa Trimurti, ada pula dewa yang banyak dipuja yaitu Dewa Indra pembawa hujan yang sangat penting untuk pertanian, serta Dewa Agni (api) yang berguna untuk memasak dan upacara-upacara keagamaan. Menurut agama Hindu masyarakat dibedakan menjadi 4 tingkatan atau kasta yang disebut Caturwarna yaitu:
  1. Kasta Brahmana, terdiri dari para pendeta.
  2. Kasta Ksatria, terdiri dari raja, keluarga raja, dan bangsawan.
  3. Kasta Waisya, terdiri dari para pedagang, dan buruh menengah.
  4. Kasta Sudra, terdiri dari para petani, buruh kecil, dan budak.
Selain 4 kasta tersebut terdapat pula golongan pharia atau candala, yaitu orang di luar kasta yang telah melanggar aturan-aturan kasta.
Orang-orang Hindu memilih tempat yang dianggap suci misalnya, Benares sebagai tempat bersemayamnya Dewa Siwa serta Sungai Gangga yang airnya dapat mensucikan dosa umat Hindu, sehingga bisa mencapai puncak nirwana.


Agama Buddha

Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama di India pada tahun ± 531 SM. Ayahnya seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maya. Buddha artinya orang yang telah sadar dan ingin melepaskan diri dari samsara.
Kitab suci agama Buddha yaitu Tripittaka artinya “Tiga Keranjang” yang ditulis dengan bahasa Poli. Adapun yang dimaksud dengan Tiga Keranjang adalah:
  1. Winayapittaka : Berisi peraturan-peraturan dan hukum yang harus dijalankan oleh umat Buddha.
  2. Sutrantapittaka : Berisi wejangan-wejangan atau ajaran dari sang Buddha.
  3. Abhidarmapittaka : Berisi penjelasan tentang soal-soal keagamaan.
Pemeluk Buddha wajib melaksanakan Tri Dharma atau “Tiga Kebaktian” yaitu:
  1. Buddha yaitu berbakti kepada Buddha.
  2. Dharma yaitu berbakti kepada ajaran-ajaran Buddha.
  3. Sangga yaitu berbakti kepada pemeluk-pemeluk Buddha.
Disamping itu agar orang dapat mencapai nirwana harus mengikuti 8 (delapan) jalan kebenaran atau Astavidha yaitu:
  1. Pandangan yang benar.
  2. Niat yang benar.
  3. Perkataan yang benar.
  4. Perbuatan yang benar.
  5. Penghidupan yang benar.
  6. Usaha yang benar.
  7. Perhatian yang benar.
  8. Bersemedi yang benar.
Karena munculnya berbagai penafsiran dari ajaran Buddha, akhirnya menumbuhkan dua aliran dalam agama Buddha yaitu:
  1. Buddha Hinayana, yaitu setiap orang dapat mencapai nirwana atas usahanya sendiri.
  2. Buddha Mahayana, yaitu orang dapat mencapai nirwana dengan usaha bersama dan saling membantu.
Pemeluk Buddha juga memiliki tempat-tempat yang dianggap suci dan keramat yaitu:
  1. Kapilawastu, yaitu tempat lahirnya Sang Buddha.
  2. Bodh Gaya, yaitu tempat Sang Buddha bersemedi dan memperoleh Bodhi.
  3. Sarnath/ Benares, yaitu tempat Sang Buddha mengajarkan ajarannya pertama kali.
  4. Kusinagara, yaitu tempat wafatnya Sang Buddha.

Pengertian Sejarah lokal menurut I GEDE WIDYA


PENDAHULUAN
Pertama – tama perlu disadari, bahwa dalam kegiatan heuristik ditingkat lokal Indonesia, sulit mengharapkan tersedianya sumber – sumber sejarah lokal yang begitu bervariasi. Tradisi penulisan sejarah dengan tekanan pada daerah – daerah tertentu itu masih terus berlanjut sampai sekarang. Tradisi penulisan sejarah sepertu ini disebut sebagai karya sejarah “amatitan”oleh kalangan sejarah profesional, dan dianggap kurang bermutu dilihat dari disiplin ilmu sejarah. Sudah ada berbagai batasan yang dikemukakan oleh berbagai sejarawan tetapi banyak aspek-aspek pengertiannya yang masih bisa diperdebatkan lebih lanjut. Malah seorang sejarawan lokal Inggris yang terkenal H.P.R Finberg dalam bukunya lokal History, objective dan Persuit tidak ada mengemukakan rumusan yang eksplisit tentang apa sejarah lokal itu. Istilah sejarah lokal dan sejarah daerah digunakan secara berganti-ganti tanpa suatu penjelasan yang tegas. Sejarawan Taufik Abdullah dalam bukunya Sejarah Lokal di Indonesia ada memasalahkan penggunaan kedua istilah tersebut. Menurut Budhi Santoso, Etnohistory bisa diterjemahkan sebagai”sejarah suku bangsa atau sejarah etnis”. Istilah sejarah etnis ini dijelaskan lebih lanjut oleh Budhi Santoso sebagai suatu rentetan kejadian atau peristiwa dimasa lampau tentang suatu kategori sosial yang menyatakan dirnya dan dikenal orang lain sebagai kelompok sosial yang lain. Kajian sejarah lokal perlu memperhatikan empat langkah utama dalam kegiatannya. Keempat langkah itu ialah pertama berupa usaha mengumpulkan jejak atau sumber sejarah,kemudian yang kedua adalah usaha untuk menyeleksi atau menyaring jejak atau sumber sejarah, selanjutnya menyusul langkah ketiga berupa usaha menginterpretasikan hunungan fakta yang satu dengan fakta yang lainnya yang mewujudkan peristiwa tertentu dan akhirnya langkah yang keempat adalah penulisan sejarah. Usaha untuk menelusuri jejak-jejak sejarah sebagai langkah permulaan dari prosedur kerja sejarawan sering disebut sebagai heuristik, dari kata Yunani ”heurisken” yang berarti menemukan. Salah satu klasifikasi sederhana yang dikenal dikalangan sejarawan adalah pembagian berupa jejak yang ditinggalkan tidak dengan sengaja oleh manusia dalam kegiatannya sehari-hari dan yang dengan sengaja. Sejarawan lokal sudah bisa memperhitungkan mana-mana jejak non material, jejak material, jejak tertulis dan jejak yang disebut representasional.Jejak material yang dengan sendirinya bersifat konkrit,terdiri dari berbagai macam benda, artefak-artefak, buat barang-barang lainnya yang dihasilkan oleh manusia di waktu yang lampau,sepert berbagai alat rumah tangga, alat pertanian, berbagai jenis mesin, kendaraan lukisan, patung dan lain-lain.
            Jenis jejak historis yang keempat sebenarnya dimasukkan sebagai jejak material, hanya karena sifatnya yang khusus, diberi istilah khusus oleh Kyvig dan Marty sebagai jejak “representational”, contoh yang nyata adalah potret atau lukisan, yang kalau dilihat dari bendanya adalah jejak material, tapi sekaligus mewakili jejak lainnya, gambaran sesuatu tertentu yang terdapat dalam potret atau lukisan itu. Menurut Kyvig dan Party peta bisa dimasukkan sebagai dokumen.Ada beberapa jenis peta sesuai dengan tujuan-tujuan kepentingan tertentu dalam masyarakat, seperti peta penggunaan tanah,peta hasil bumi dan tambang, peta kepadatan penduduk peta pemukiman penduduk, peta aliran sungai, peta lalu lintas dan sebagainya. Sebagai langkah kedua dari prosedur kerja yang perlu diperhatikan sejarawan lokal ialah apa yang umum dikenal dilingkungan studi sejarah sebagai ”kritik sejarah”. Adapun kritik sejarah dibedakan menjadi kritik ekstern dan kritik intern. Mengenai kritik intern secara teoritisi langkah ini baru dilaksanakan sesudah kritik ekstern selesai menentukan bahwa dokumen yang kita hadapi memang dokumen yang kita cari,yang bukan saja dokumen yang berarti relevan dengan topik yang sedang disusun, tapi lebih penting lagi bahwa sumber-sumber itu adalah sumber-sumber yang otentik. Kritik intern sebenarnya terutama ditujukan pada sumber berupa dokumen karena menyangkut sifat informasi dalam kaitan dengan posisi dari sumber pemberi informasi dengan peristiwanya. Oleh sebab itu, kritik intern terutama mempertanyakan dua hal pokok. Pertama, apakah pembuat kesaksian mampu member kesaksian yang menyangkut antara lain hubungannya dengan peristiwanya. 


HUBUNGAN SEJARAH LOKAL DAN SEJARAH NASIONAL
            Dasar kategorisasi peristiwa sejarah yaitu, melihat peristiwa-peristiwa itu dalam rangka apa yang disebut sebagai unit sejarah. Seperti yang dijelaskan oleh Sartono Kartodirjo, unit sejarah mengandung pengertian”suatu bagian dari pengetahuan sejarah yang merupakan suatu kategori serta bidang yang bisa dipahami. Adapun unit merupakan suatu kompleks problem-problem tema-tema dan topik-topik yang kesemuanya ditempatkan dalam pasangan waktu. Pola-pola dari fakta-fakta yang berada dalam satu kerangka tersebut. Juga terkandung didalammya aspek kesatuan temporal serta kesatuan spatial dari rangkaian peristiwanya. Sejarah lockl semakin kurang terelokalisasikan. Sejarah lokal bersifat melebar, horisonnya semakin berkembang menuju kearah perbandingan-perbandingan yang meluas, demikian pula dasar-dasar acuannya. Bidang perhatiannya makin mengarah ke ruang lingkup regional dan antar regional. Dikutip sebelumnya oleh Finberg & Skipp, bahwa lingkungan-lingkungan sejarah dari yang paling sempit sampai pada yang paling luas.hakekatnya merupakan serangkaian lingkaran konsentris.
            Hubungan sejarah nasional dengan sejarah lokal tentu saja tidak harus diartikan bahwa sejarah nasional itu sendiri adalah semata-mata adalah gabungan dari sejarah-sejarah ditingkat lokal. Masing-masing lokalitas memiliki realitas kesejarahannya sendiri yang bisa dimengerti dalam rangka lokalitas. Disamping itu juga, seperti yang telah dikemukakan oleh F.A. Soetjipto, tingkat keterkaitan sejarah lokal dalam hubungan sejarah nasional juga berbeda-beda. Selanjutnya menurut F.A. Soetjipto ada beberapa hal yang ikut menentukan keterkaitan kedua unit sejarah itu, seperti seberapa jauh daerah tertentu berperan dan berkorelasi dengan daerah-daerah lain dan seberapa tinggi prestasi daerah sehingga cukup memiliki gema di daerah-daerah lain, dan seberapa tinggi prestasi daerah sehingga cukup memiliki gema didaerah-daerah lain dan seberapa tinggi prestasi daerah sehingga cukup memiliki gema didaerah-daerah lain. Mengenai hal yang terakhir ini,seperti yang diakui oleh Soetjipto, tentu saja juga ditentukan oleh seberapa jauh telah dilaksanakan penelitian sejarah lokal didaerah-daerah tertentu itu,sehingga kita betul-betul mengerti dan tahu akan peran serta refleksinya dalam perspektif nasional.Adapun pandangan Jordan,menyimpulkan bahwa betapa relatifnya batas lingkup sejarah lokal dan sejarah nasional atau sejarah secara lebih umum antara sejarah mikro dan sejarah makro.


TIPE-TIPE SEJARAH LOKAL
            Sejarah lokal tradisional bisa dikatakan merupakan tipe sejarah local yang pertama-tama muncul di Indonesia.Sifat lokalitasnya dengan sendirinya mudah dimengerti karena belum berkembangnya kesadaran akan kesatuan antar etnik yang meliputi seluruh Indonesia seperti sesudah kebangkitan nasionalisme pada permulaan abad 20.Penyusun-penyusun sejarah lokal tradisional bisa diduga adalah tokoh-tokoh intelektual tradisional yang juga tidak bisa dibandingkan dengan isi kitab-kitab sejarah modern karena yang dipentingkan adalah tujuan untuk mengabadikan pengalaman-pengalaman kelompok masyarakat itu dan cara membuat uraiannya juga sesuai dengan alam pikiran masyarakat tradisional itu.Penyusun-penyusun sejarah lokal tradisional tidak bisa dibandingkan dengan sejarawan local professional yang berlatar pendidikan kesejarahan khusus.Salah satu hal yang perlu diketahui juga bahwa penulis sejarah lokal tradisional ini jarang ditampilkan,karena penonjolan individu dalam masyarakat tradisional ini kurang dipentingkan.
            Akhirnya penting yang perlu disadari bahwa jenis sejarah lokal,meskipun bisa dikatakan merupakan sejarah lokal yang pertama-tama berkembang di Indonesia,naumun dalam kenyataannya masih tetap bertahan,bukan saja sebagai warisan masa lampau,tetapi terkadang isinya masih dipercaya sebagai gambaran sejarah masa lalu jadi bersifat fungsional dalam kehidupan kelompok tersebut.Di lain pihak,bagi sejarawan modern sejarah local tradisional punya nilai tersendiri sebagai sumber sejarah,meskipun digunakan dengan sikap kritis yang tinggi.
            Salah satu karakteristik yang menonjol dari tipe sejarah lokal dilentatis ialah bahwa tujuan penyusunnya umumnya terutama untuk memenuhi rasa estetis individual untuk melalui lukisan peristiwa masa lampau..Jadi apabila sejarah lokal tradisional lebih berfungsi untuk memenuhi kepentingan kelompok,maka sejarah lokal dilentatis lebih bersifat memenuhi tuntutan keingintahuan pribadi.Ada yang menggambarkan pekerjaan kaum dilentatis ibarat seorang novelis dalam bidang sastra.Secara khusus Nugroho Notosusanto meyebut kesenangan semacam ini sebagai pesona perlawatan. Di Negara-negara Barat,seperti di Amerika Serikat,mereka ini biasanya kemudian mengorganisir diri menjadi organisasi-organisasi pencinta sejarah lokal,baik ditingkat desa atau distrik atau kota kecil,lengkap dengan pengurusnya,kantor serta perpustakaannya,bahkan juga umumnya dengan tempat koleksi yang menyimpan berbagai benda-benda bernilai sejarah dari lingkungan sekitarnya.Organisasi seperti ini juga umumnya mendapat dukungan dari pemerintah setempat,baik berupa dana maupun fasilitas lainnya.Sejarah lokal edukatif inspiratif adalah jenis sejarah lokal yang memang disusun dalam rangka mengembangkan kecintaan sejarah,terutama pada sejarah lingkungannya yang kemudian menjadi pangkal bagi timbulnya kesadaran sejarah dalam artian yang luas. Keterlibatan guru-guru sejarah di daerah dalam penyusunan sejarah local jenos ini tentu juga menarik,karena ini sejalan dengan harapan Soeroto dan Tjondronegoro tentang kemungkinan memberi posisi bagi guru-guru tersebut untuk melaksanakan tugas-tugas penelitian sejarah lokal.Hanya tentu perlu yang dipikirkan untuk melengkapi mereka dengan pengetahuan dasar metodologis sejarah yang memadai.Prinsip-prinsip dasar metodologis ini perlu mereka perhatikan,karena mereka juga bisa,atas inisiatif sendiri,melakukan studi sejarah lokal yang benar-benar mengarah pada studi sejarah ilmiah.
            Sejarah lokal kolonial merupakan suatu kategori tersendiri dalam tipologi sejarah lokal,terutama karena beberapa karakteristik yang dimilikinya.Karakteristik yang pertama dari sejarah lokal jenis ini ialah bahwa sebagian besar dari penyusunnya adalah pejabat-pejabat kolonial di daerah-daerah.Laporan itu bisa berupa memori serah jabatan atau laporan khusus kepada pemerintah pusat di Batavia tentang suatu perkembangan khusus di daerah kekuasaan pejabat bersangkutan atau bisa juga suatu laporan penjajagan atas wilayah-wilayah tertentu di Indonesia yang sedang diincar oleh pemerintah kolonial untuk dimasukkan dibawah pengaruhnya secara langsung atau tidak langsung. Salah satu karakteristik yang paling mudah dilihat pada sejarah lokal kritis analitis ialah sifat uraian atau pembahasan masalahnya yang telah menggunakan pendekatan metodologis sejarah yang bersifat ketat.Mulai dari pemilihan objek studi,langkah-langkah atau prosedur kerja sampai ke penulisan laporan pada umumnya didasarkan pada konsep-konsep metodologis yang mantap.
            Dilihat dari fokus serta pendekatan metodologis yang digunakan dalam studi sejarah lokal kritis analitis lokal kritis analitis ini,maka Taufik Abdullah membedakan adanya empat corak penulisan diantaranya,corak pertama yang disebutnya sebagai”studi yang difokuskan pada suatu peristiwa tertentu.diambilkan contohnya pada karya Sartono Kartodirjo tentang pemberontakan petani di Daerah Cilegon Banten. Corak kajian sejarah lokal kritis yang kedua yang disebut oleh Taufik Abdullah sebagai studi yang lebih menekankan pada struktur dianggap bisa ditemukan contohnya pada karya Clifford Geertz tentang suatu kota kecil di Jawa Timur.Sebagai seorang ahli antropologi maka yang ditekankan ialah menemukan struktur sosial atas dasar yang mana berbagai peristiwa historis itu dicarikan wadahnya sekaligus penjelasannya. Jenis studi sejarah local kritis yang ketiga adalah studi yang mengambil aspek tertentu dalam kurun waktu tertentu dari masa ke masa.Di Sini yang ditekankan ialah pembahasan atau tema yang mencerminkan suatu aspek serta proses sosial tertentu yang kemudian dicarikan penjelasannya pada kaitannya struktur yang lebih luas yang dianggap sebagai pangkal dari aspek serta proses sosial yang diteliti.Mengenai corak yang keempat dari Tipologi Abdullah yaitu studi sejarah umum yang menguraikan perkembangan daerah tertentu dari masa ke masa.Sifat popular dari sejarah lokal jenis ini antara lain ditujukkan dengan corak uraian yang naratif kronologis.Adapun tujuan utama dari usaha membuat tipologi sejarah lokal ini ialah untuk menunjukkan posisi dan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan sejarah lokal atas dasar mana yang bisa digalang saling pengertian akan peran serta dan tanggungjawab masing-masing pihak.

SEJARAH LOKAL DAN TRADISI LISAN
            Kebiasaan penyusunan sejarah tidak bisa dilepaskan dari budaya suatu masyarakat .Pernyataan ini bisa dihubungkan dengan penegasan Sartono Kartodirjo yang menyatakan bahwa”penulisan sejarah sebagai salah satu bentuk perwujudan kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kultur dan oleh karena itu senantiasa hidup dan bergerak. Sebagai suatu aspek budaya maka kepentingan untuk menjelaskan atau memahami lingkungan sekitar itu adalah sekaligus sebagai usaha untuk memberi pegangan pada masyarakat terutama generasi berikutnya dalam menghadapi berbagai kemungkinan dari lingkungan itu.Di sini tradisi lisan berfungsi sebagai alat ”mnenomik”,yaitu usaha untuk merekam,menyusun dan menyimpan pengetahuan demi pengajaran dan pewarisannya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
            Isi ceritanya juga makin lama makin dibumbui dengan imbuhan yang disesuaikan dengan alam pikiran yang bersifat magis religius.Pelaku-pelaku utama ceriteranya misalnya misalnya digambarkan sebagai tokoh-tokoh yang memiliki kesaktian tertentu yang mampu melakukan perbuatan-perbuatan yang penuh dengan kegaiban. Unsur yang terpenting dari tradisi lisan.Seperti yang telah dikemukakan oleh vansina adalah pesan-pesan verbal berupa pernyataan-pernyataan yang pernah dibuat di masa lampau oleh generasi yang hidup sebelum generasi yang sekarang ini. Menurut Vansina,Tradisi lisan bisa dibedakan menjadi beberapa jenis.Yang pertama berupa petuah-petuah yang sebenarnya merupakan rumusan kalimat yang dianggap punya arti khusus bagi kelompok,yang biasanya disusun berulang-ulang untuk menegaskan satu pandangan kelompok yang diharapkan jadi pegangan bagi generasi-generasi berikutnya.
            Bentuk yang kedua dari tradisi lisan ialah kisah tentang kejadian-kejadian disekitar kehidupan kelompok,baik sebagai kisah perseorangan atau sebagai kelompok.Adapum bentuk tradisi lisan yang ketiga adalah yang sering disebut”ceritera kepahlawanan”,yang berisi bermacam-macam gambaran tentang tindakan-tindakan kepahlawanan yang mengagumkan bagi kelompok pemiliknya yang biasanya berpusat pada tokoh-tokoh tertentu dari kelompok itu.Bentuk tradisi lisan yang terakhir yang disebutkan oleh Vansina adalah yang bisa dimasukkan sebagai berbagai bentuk ceritera”dongeng” yang umumnya bersifat fiksi belaka.Tradisi lisan sering dihubungkan dngan apa yang biasa disebut folklore,karena folklorejuga menyangkut tradisi dalam kelompok masyarakat tertentu.
           

SEJARAH LOKAL DAN HISTORIOGRAFI TRADISIONAL
            .
            Harus diakui bahwa masyarakat tradisional kita mempunyai cara-cara khusus dalm memandang peristiwa-peristiwa khusus dilingkungannya sejalan dengan konsep-konsep sosio budaya jamannya CC Berg sendiri sebenarnya sejak lama mendalami karakteristik dari karya-karya sejarah tradisional ini,dimana dari salah satu karangannya dalam tahun 1938,dia antara lain mengemukakan beberapa cirinya yang khusus sebagai berikut: Salah satu hal yang dianggap oleh Berg cukup berpengaruh terhadap karya-karya sastra sejarah yaitu adanya kepercayaan tentang kekuatan”sekti”,yang menjadi pangkal dari berbagai peristiwa alam,termasuk yang menyangkut kehidupan manusia.Kekuatan sakti ini menampakkan diri dimana-mana dan pada setiap saat.Sifat kekuatan sakti ini bisa bekerja secara otomatis atau diperlukan orang-orang tertentu untuk mengembangkan atau menggerakkannya.Demikian juga mengenai keberadaannya,juga tidak bisa ditentukan dengan pasti,karena kadang-kadang bisa muncul atau lenyap tanpa diketahui asal usulnya. Hal lain yang tercermin pada karya-karya sejarah tradisional ialah kepercayaan tentang perbuatan magis atau sihir yang dilakukan tokoh-tokoh tertentu.Suatu tokoh yang terkenal dari sejarah klasik Indonesia ialah tentang tokoh Mpu Bharada dari daerah Wurare.Kehebatan sihirnya digambarkan dalam perjalanannya ke Bali hanya dengan menumpang sehelai daun kluih.Yang lebih hebat lagi ialah gambaran bagaimana dia  melaksanakan permintaan raja Airlangga untuk membagi kerajaannya menjadi dua.Pembagian ini dilaksanakan oleh Bharada dengan terbang di wilayah yang akan menjadi batas kedua kerajaan itu sambil mengambil air suci dari kendi.
            Muncul kemudian ahli sejarah H.J. de Graff yang untuk pertama kali tanpa ragu-ragumenggunakan bahan-bahan dari babad sebagai sumber sejarahnya,namun perdebatan tentang peranan naskah semacam itu sebagai sumber sejarah masih terus berlangsung.Menurut M.C. Ricklefs ada beberapa hal yang merupakan sumber dari perdebatan ini.Pertama,masalahnya terletak pada anggaran dasar,bahwa apabila kita berbicara tentang masalah sejarah haruslah kita berbicara soal fakta,dalam pengertian seperti yang ditujukkan oleh sumber-sumber yang berasal dari historiografi Barat yang dianggap modern serta rasional. Pandangan Ricklef ini hakekatnya sejalan dengan pandangan beberapa sarjana Indonesia,seperti yang antara lain diwakili oleh pandangan beberapa sarjana Indonesi,seperti yang antara lain diwakili oleh pandangan Soewito Santoso.Dia dengan tegas menyatakan bahwa jelaslah bagi kita sekarang bahwa sumber-sumber sejarah kita sendir tidaklah boleh dikesampingkan dalam telaah sejarah nasional kita.  


SEJARAH LOKAL DAN BEBERAPA SUBDISIPLIN SEJARAH
            Penulisan sejarah di Indonesia yang sebenarnya bermula dari apa yang disebut historiografi tradisional dengan ciri-cirinya yang khusus kinitelah berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Empat tokoh ahli sejarah yang menekankan pendekatan interdisipliner ini dianggap oleh Legge sebagai pelopor ke arah pendekatan baru ini,yaitu Harry J Benda,W.F. Wertehim,J.H. Romein dan dari Indonesia sendiri adalah Sartono Kartodirdjo. Perkembangan lain yang ikut membawa pergeseran ke arah pendekatan ini ialah perdebatan yang sebenarnya berlangsung dikalangan-kalangan ahli linguistik dan sastra yang menyangkut apa yang disebut kritik strukturalis,yang terutama mempersoalkan sasaran kritik sastra kea rah penemuan struktur dasar karya-karya sastra yang dianggap penting dalam pemahaman karya-karya tersebut.Adapun kajian khusus dari beberapa aspek kehidupan sosial masyarakat meliputi : (1) Stratifikasi sosial dan pola kepemimpinan lokal (2) Dinamika masyarakat pedesaan (3) Pendidikan sebagai faktor dinamisasi sosial (4) Komunikasi antar daerah,antar suku bangsa dan pembaruan,(5) Sastra dan sejarah lokal.
Abdurrachman Surjomihardjo juga menyatakan bahwa konsep ilmiah ini dalam kepustakaan selalu merupakan pengertian yang batas-batasnya sukar untuk dirumuskan dan tidak pula dicapai kata akhir mengenai perumusannya yang tepat.Kesulitan untuk merumuskan pengertian sejarah sosial dijelaskan pula oleh Christopher Llotd dalam bukunya Explanation in Social History,yang dikatakan bersumber pertama-tama dari kenyataan bahwa sejarah sosial sebenarnya lahir dari beberapa disiplin induk,yaitu sosiologi,sejarah politik, dan sejarah ekonomi. Secara lebih sederhana JJ. Hecht merumuskan sejarah sosial secara idealnya sebagai”studi tentang struktur dan proses tindakan serta tindakan timbal-balik manusia sebagaimana telah terjadi dalam konteks sosio kutural dalam masa lampau yang tercatat dalam Abdullah dan Surjomihardjo. Sartono Kartodirdjo mengemukakan bahwa sebenarnya sejarah pedesaan adalah merupakan bagian dari sejarah sosial,karena masalah pedesaan hakekatnya satu aspek saja dari kehidupan masyarakat secara keseluruhan.Kekhasan sejarah pedesaan ini antara lain ditekankan oleh Kuntowijoyo yang memberi batasan pengertian desa atau pedesaan,masyarakat petani dan ekonomi pertanian. Abdurrachman Surjomiharjo juga mengemukakan kesulitan merumuskan pengertian kota itu sendiri.Ada yang menekankan porsi jumlah penduduknya serta fasilitas-fasilitas yang dimilikinya atau atas dasar fungsinya atau dengan mengambil tradisi mesir kuno yang menggambarkan kota dengan ideogram sebagai bulatan dengan garis silang ditengahnya yang mencerminkan titik temu jaringan jalan yang menuju pusat kota. Secara lebih khusus pusat perhatian sejarah ekonomi terutama yang bersifat terapan kelihatannya berkembang menuju dua arah,Yang pertama ialah berkembangnya minat yang besar pada studi yang menyangkut pertumbuhan ekonomi. 
                                               
                                                BAGIAN KEDUA
SEJARAH LOKAL DAN PENGAJARAN SEJARAH
            Kalangan ahli kurikulum seperti dikatakan oleh Partington,sering datang kritik yang ditujukan pada pengajaran sejarah.Pengajaran sejarah dianggap mempunyai kelemahan-kelemahan seperti : sangat didominasi oleh pengajaran hafalan dengan terlalu banyak menekankan”chalk and talk “ dikelas dan sangat lemah dalam hal mendorong keterlibatan murid dalam proses belajar sejarah disekolah juga dianggap terlalu menekankan memorisasi dengan mengabaikan usaha pengembangan kemampuan intelektual yang lebih tinggi,sejarah dianggap tidak relevan dengan kebutuhan serta minat murid ,karena sulit mengerti peristiwa sejarah yang terlalu memperhatikan tingkah laku orangdewasa yang berada diluar jangkauan pengalaman murid,ditambah lagi kesulitan murid untuk memisahkan antara fakta dan fiksi atau realitas dengan mitos,pengajaran sejarah kurang menekankan pengembangan konsep serta struktur peristiwa,karena terlalu banyak memberi tekanan pada peristiwa khusus tertentu sehingga konsep serta struktur yang lebih mencakup keseluruhan menjadi terabaikan. Suatu unsur pendukung bagi usaha pengembangan wawasan baru dalam pengajaran sejarah ini ialah dikembangkannya suplemen kurikulum yang dikenal dengan sebutan kurikulum muatan lokal.Kurikulum muatan lokal ini diartikan sebagai proram pendidikanyang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam,lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh murid di daerah itu.
            Tegasnya dalam lampiran Keputusan Menteri P dan K itu disebutkan itu disebutkan tujuan diterapkannya kurikulum muatan lokal itu adalah :
            1.Bahan pengajaran akan lebih mudah diserap oleh murid.
2.Sumber belajar didaerah dapat lebih mudah dimanfaatkan untuk kepentingan    pendidikan.
3.Murid lebih mengenal kondisi alam,lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya.
4.Murid dapat meningkatkan pengetahuannya mengenai daerahnya.
5.Murid diharapkan dapat menolong orang tuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
6.murid dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan disekitarnya.
7.Murid menjadi akrab dengan lingkungannya dan terhindar dari keterangan dengan lingkungannya sendiri.



ILMU SEJARAH DAN PENGAJARAN SEJARAH
            Usaha-usaha lebih lanjut dari sejarawan mengumpulkan sebanyak mungkin sumber-sumber sejarah tersebut untuk selanjutnya diseleksi dan diuji kebenarannya dengan cara-cara tertentu yang sering disebut kritik sejarah.Ini semua adalah dalam rangka usaha untuk mewujudkan apa yang disebut fakta sejarah,yang tidak lain daripada keterangan atau keismpulan tentang terjadinya peristiwa tertentu diwaktu yang lampau atas dasar bukti-bukti yang ditinggalkannya sesudah mengalami pengujian jejak dengan secermat-cermatnya. Boleh dikatakan usaha untuk mewujudkan fakta yang benar inilah merupakan tugas yang paling menentukan dari sejarawan,karena bagaimana gambaran sejarah dari peristiwa masa lampau manusia itu akan sangat tergantung pada bagaimana fase kegiatan ini dilaksanakan.Memang masih ada fase-fase lanjutan yang cukup menentukan yang perlu dikerjakan sejarawan,seperti fase menginterpretasikan fakta-fakta tersebut dan menuliskannya sebagai suatu ceritera yang utuh.
            Dengan demikian kenyataan-kenyataan tentang masa lampau seperti yang digambarkan diatas inilah yang akan dibawa ke kelas oleh guru-guru sejarah.Apabila kita ingin menggambarkan sesuatu peristiwa kehidupan manusia dengan lebih bermakna,kita seyogyangya mampu menggambarkan peristiwa tersebut bukan secara luarnya saja,tapi yang juga yang mencerminkan unsure dalamnya.Ini berarti kita masuk ke dalam dunia  persepsi yang mnyebabkan kita perlu mengembangkan proses menyimpulkan dan mengartikan melalui kekuatan imajinasi dari pikiran.Di sinilah terlihat perbedaan fakta sejarah dan fakta dalamilmu alamiah,dimana fakta dalam ilmu alamiah dianggap hanya memiliki bagian luara saja.Implikasinya ialah seperti dikatakan oleh Burston,” We cannot present historical facts to our class gor their direct inspection and examination”.(Kita tidak mungkin membawa fakta sejarah ke dalam kelas untuk diamati dan diperiksa secara langsung).Ini berarti bahwa fakta sejarah sukar di ragakan secara langsung dihaapan murid.Karena itu fakta sejarah hanya bisa diimajinasikan,bukan saja karena peristiwanya telah terjadi diwaktu masa lampau),tapi juga seperti dikayakan tadi,karena ini menyangkut aktifitas manusia yang memiliki unsur dalam yang memerlukan kemampuan imajinsi untuk bisa menangkap dan menghayatinya.Dengan singkat bisa dikatakan bahwa guru sejarah dalam hal ini harus menyampaikan sesuatu yangmemang pada dasarnya bersifat abstrak,oleh karena itu pula guru sejarah perlu mengembangkan cara-cara pendekatan mengajar yang bisa membantu murid menangkap peristiwa sejarah yang lebih bermakna. Sifat lain dari sejarah yang juga peru diperhatikan ialah bagaimana kita memandang masa lampau tersebut.Dengan mengambil anggapan Oaskeshott,Burston memebedakan antara cara memandang masa lampau secara praktis dan secara historis.Yang pertama lebih menekankan memandang masa lampau dari sudut efek praktisnya bagi kehidupan orang yang memandangnya.Dalam kedudukan ini,mereka mungkin melihat masa lampau itu sebagai sangat berpengaruh bagi kehidupan masa kini dan sekaligus mereka juga umumnya member penilaian atau mempengaruhi gambaran gambaran masa lampau tersebut,terutama dalam arti menghindarkan sikap sebagai partisipan dari peristiwa yang dijadikan objek studi tersebut.
            .           


SEJARAH LOKAL SEBAGAI SUATU PESPEKTIF
DALAM PENGAJARAN SEJARAH

            Sebelum kita melangkah lebih jauh,kiranya perlu ditegaskan disini apa yang dimaksudkan dengan”pengajaran sejarah lokal”.Dalam hal ini,yan pertama-tama perlu disadari ialah bahwa pengajaran sejarah lokal berbeda dengan pengkajian atau studi sejarah lokal.Yang pertama,merupakan bagian dari proses belajar dilingkungan pendidikan formal dan oleh karena itu sasaran utamanya adalah keberhasilan proses itu sendiri dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam kurikulum.Sedangkan yang kedua adalah kegiatan dalam rangka pencapaian pengetahuan tentang peristiwa sejarah yang dijadikan sasaran studi,dalam hal ini pengetahuan sejarah dari suatu lokalitas tertentu .Seperti diketahui kegiatan ini bisa dilakukan secara amatir maupun secara profesional akademis. Berbicara masalah kelebihan pengajaran sejarah lokal,ini terutama hendaknya diartikan sebagai usaha mengidentifikasikan unsur-unsur yang bisa mengurangi kelemahan-kelemahan yang umum dijumpai dalam pengajaran sejarah seperti yang telah dikemukakan sebelumnya.Dalam hubungan ini,ada beberapa aspek positif yang dimiliki oleh pengajaran sejarah lokal dibandingkan dengan pengajaran sejarah yang konvensional yaitu kemampuannya untuk membawa murid pada situasi riil dilingkungannya.Secara lebih khusus bisa dikatakan,bahwa pengajaran sejarah lokal seakan-akan mampu menerobos batas antara dunia sekolah dan dunia nyata disekitar sekolah.
            Berkaitan dengan hal terakhir ini,bisa dikemukakan kelebihan yang lain dari pengajaran sejarah lokal yaitu lebih mudah membawa siswa pada usaha untuk memproyeksikan pengalaman masa lampau masyarakatnya dengan situasi masa kini bahkan juga pada arah masa depannya. Perlu ditegaskan kembali bahwa dalam membimbing murid mengamati masalah-masalah seperti tercermin pada topik-topik yang disebutkan diatas seyogyanya guru sejarah memahami dengan baik aspek teoritis serta metodologis yang bersifat elementer dari sub disiplin –sub disiplin sejarh,seperti sejarh social,sejarah politik,sejarah ekonomi,sejarah pedesaan,sejarah kota dan lain-lain.Hal ini perlu dikuasai guru agar guru bisa mengarahkan pengamatan murid secara lebih cermat.Ini tidak berarti bahwa murid perlu diberi pelajaran khusus tentang bidang tersebut,disamping karena ini akan memerlukan waktu tersendiri,juga karena masih terlalu sulit bagi murid memahami teori-teori serta metodologi sejarah khusus.