Selasa, 10 Juli 2012
Sejarah Gerakan Perempuan Indonesia Sebelum Kemerdekaan
Politik etis adalah pedang bermata dua.
Pada awalnya ia dimaksudkan untuk meninggikan daya beli rakyat Hindia Belanda, serta menghasilkan buruh-buruh murah dan birokrat rendahan yang cukup terdidik dari rakyat tanah jajahan. Biaya produksi kapitalisme tanah jajahan harus ditekan; terlalu mahal menggunakan tenaga impor dari Belanda. Ternyata, pembukaan sekolah-sekolah Belanda untuk elite pribumi dan para ningrat kelas dua seperti Sukarno, menghasilkan sekumpulan orang-orang muda berpendidikan Barat yang nantinya akan menjadi tulang punggung gerakan pembebasan nasional.
Perkebunan dan sawah-sawah lalu disirami dengan air dari bendungan irigasi yang dibangun oleh penjajah Belanda. Para pemuda kita pun kemudian berbondong-bondong memasuki Sekolah Rakyat, HIS, MULO dan HBS, hingga sekolah dokter (STOVIA), dan sekolah guru (Kweekschool). Pencerahan datang. Buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris membuka mata dan hati tentang perjuangan pembebasan nasional di seluruh negeri di bumi ini. Pencerahan menggugat orang-orang muda untuk berkumpul, bicara, berdiskusi dan menentukan. Lahirlah organisasi. Berdiri Budi Utomo, 1908.
Namun, jauh sebelum sejumlah priyayi terdidik Jawa mengumumkan Budi Utomo, perjuangan melawan Belanda telah dimulai di mana-mana. Bukan untuk pembebasan Indonesia, karena ia belum lahir sebagai sebuah realitas, tetapi untuk membebaskan tanah leluhur, gunung-gunung, bukit, sungai, pulau dan rakyatnya. Di akhir abad ke-19, perempuan-perempuan muda terlibat dalam perjuangan bersenjata melawan penjajah. Sebatas membantu suami pada awalnya, tetapi kemudian sungguh-sungguh menjadi pemimpin pasukannya. Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia, Christina Martha Tiahahu bersama Kapitan Pattimura, Emmy Saelan mendampingi Monginsidi, serta Roro Gusik bersama Surapati. Lalu ada Wolanda Maramis dan Nyi Ageng Serang. Gagasan kesetaraan gender belum ada, dan sama sekali belum menjadi kesadaran. Namun yang menarik adalah kebanyakan dari para perempuan ini adalah juga kaum bangsawan, para ningrat dengan status sosial lebih tinggi dibanding para “kawula” yang bertelanjang dada itu dan coklat hitam itu. Ini bisa dipahami, karena beberapa memilih angkat senjata sebab tanah-tanah keluarganya diserobot oleh Kumpeni. Terusik, karena pemilikan pibadinya terganggu. Tak perlu masuk sekolah Belanda untuk membangun gerakan nasional, para perempuan ini angkat senjata dengan gigih, dan membayar nyawanya di tiang gantungan seperti Tiahahu.
Sabtu, 07 Juli 2012
KEHIDUPAN PRASEJARAH YANG TERSISA HINGGA SAAT INI
KEHIDUPAN PRASEJARAH YANG
TERSISA HINGGA SAAT INI
TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA
Dalam lintas sejarah kehidupan manusia, gua-gua dan ceruk
payung dikenal sebagai salah satu tempat tinggal, baik secara tetap atau
sementara, selain daerah terbuka lainnya. Pemanfaatan gua-gua sebagai tempat
tinggal di Indonesia sudah dimulai sekitar
± 10.000 tahun yang lalu (Poesponegoro et.al., 1993). Gua atau ceruk
pada masa ini mulai dikenal sebagai pusat aktivitas manusia untuk beberapa
macam kegiatan, antara lain : tempat tinggal, lokasi kegiatan industri alat
(Batu, kayu atau tulang), dan lokasi penguburan.
Gua-gua dan ceruk payung sering digunakan manusia sebagai
tempat berlindung dari gangguan iklim, cuaca (angin, hujan, panas dan dingin),
dan juga dari gangguan dan serangan binatang-binatang buas serta ancaman dari
kelompok manusia lainnya. Dalam periode penghunian gua, yang paling awal tampak
bahwa gua dipergunakan sebagai tempat tinggal (hunian), kemudian pada kurun
waktu berikutnya menjadikan gua sebagai tempat kubur dan tempat melaksanakan
upacara-upacara ritual.
Pemanfaatan gua sebagai tempat penguburan menunjukkan
adanya kecenderungan memilih bagian-bagian atau ruang-ruang yang lebih
terisolasi, yaitu yang dekat dinding gua. Penguburan dalam gua pada umumnya
dalam posisi rangka terlipat, yang menunjukkan adanya perlakuan khusus terhadap
si mati. Sebagian ahli menganggap posisi rangka terlipat ini sebagai posisi
tiruan kondisi bayi yang berada dalam rahim ibu, yang melambangkan suatu
kelahiran kembali pada kehidupan sesudah mayi (Soejono, 1977), sebagian lainnya
mendasarkan pada alasan praktis, yaitu untuk mengatasi tempat penguburan yang
sempit. Sistem penguburan terlipat agaknya mulai berkembang luas sejak awal
Kala Holosen, antara lain ditemukan di Gua Lawa, Gua Sodong, Gua Marjan, Gua
Gentong (Simanjuntak, 1999).
Di samping itu tampak adanya jenis penguburan langsung
(primer) dan penguburan kedua (sekunder), baik yang menggunakan wadah kubur
maupun yang tanpa wadah kubur. Wadah kubur yang sering ditemukan dalam
penguburan di gua-gua antara lain : tempayan gerabah, tempayan keramik (guci),
atau peti mati dari kayu dengan berbagai bentuk dan ukuran.
Kalimantan merupakan sebuah pulau besar yang ada di
wilayah negara Indonesia, yang dikenal mempunyai sumberdaya alam berupa
perbukitan batu kapur yang cukup melimpah. Sumberdaya alam tersebut terdapat
terutama disekitar daerah pegunungan yang ada, seperti di sekitar Pegunungan
Meratus, Pegunungan Muller dan Pegunungan Schwanner. Menurut hasil penelitian
pemantauan, kawasan perbukitan batu kapur di Kalimantan terbentuk secara acak
dan terputus-putus. Kawasan perbukitan batu kapur yang sangat potensial
terdapat antara lain : di Tanjung Mangkalihat, Binuang, Muara Uya dan
lain-lain. Di kawasan perbukitan batu kapur seperti ini, biasanya banyak
terdapat gua atau ceruk payung.
Sementara itu, gua dan ceruk payung yang ada di wilayah
Kalimantan tampaknya banyak yang masih dipergunakan sebagai tempat penguburan
tradisional oleh masyarakat setempat. Temuan berupa wadah kubur baik yang masih
lengkap isinya maupun yang sudah kosong serta temuan tulang tengkorak pada gua
dan ceruk payung jelas menunjukkan adanya kegiatan penguburan yang pernah
dilakukan pada tempat tersebut. Hanya sayangnya sampai saat ini siapa pendukung
tradisi penguburan gua belum dapat
diketahui dengan jelas. Masyarakat yang
ada disekitar lokasi situs saat ini,
banyak yang tidak (kurang) tahu tentang proses penguburan dalam gua. Oleh karena itu, untuk mendapatkan gambaran
tentang proses penguburan yang mendekati kebenaran, diperlukan bantuan dari
studi etnografi tentang tata cara penguburan tradisional yang masih dilakukan
oleh masyarakat saat ini. Studi etnografi yang digunakan untuk membantu
penafsiran data arkeologi biasa dikenal dengan etnoarkeologi.
Studi etnoarkeologi yang dimaksudkan adalah studi tentang
bagaimana masyarakat menangani sebuah kematian dan memperlakukan mayat mulai
dari persiapan sampai pada pelaksanaan penguburannya, bagaimana bentuk wadah
kubur yang digunakan, bagaimana bekal kubur yang disertakan, dimana lokasi
penguburannya, bagaimana pengaturan atau penjadwalan jenis penguburannya dan
lain-lain. Semua keterangan itu merupakan data pembanding yang sangat berguna
bagi pengungkapan dan penjelasan tentang sisa-sisa penguburan dalam gua-gua di
wilayah Kalimantan.
Proses masuk dan berkembangnya islam di indonesia
Perkembangan Islam di
Indonesia
A. Awal Masuknya Islam di Indonesia
A. Awal Masuknya Islam di Indonesia
Ketika
Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme,
dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan
dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan
Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya.
Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik,
karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara
manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting
juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan
Proses Masuk dan Berkembangnya Pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia
Proses Masuk
dan Berkembangnya Pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia
Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat
dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India
dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik.
Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan
laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat
Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua
samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:
- Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
- Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,
- Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan
- Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.
Keterlibatan
bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional
menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang
memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Ada
beberapa hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya
Hindu-Buddha ke Indonesia.
1. Hipotesis Brahmana
1. Hipotesis Brahmana
Hipotesis
ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran
budaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia
untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung
hipotesis ini adalah Van Leur.
2. Hipotesis Ksatria
2. Hipotesis Ksatria
Pada
hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh
kaum ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi
peperangan antargolongan di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau
jenuh menghadapi perang, lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka
ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha
mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu pula
terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K. Bosch adalah salah
seorang pendukung hipotesis ksatria.
3. Hipotesis Waisya
3. Hipotesis Waisya
Menurut para
pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang
telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang
banyak berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu
telah membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom
adalah salah satu pendukung dari hipotesis waisya.
4. Hipotesis Sudra
4. Hipotesis Sudra
Von van
Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan
golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan
mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang
memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Pada umumnya
para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya Hindu
ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri.
Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu
Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini
mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para
ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut merupakan barang dagangan atau barang
persembahan untuk bangunan suci agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan
prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan
prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan
Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.
Masuknya
pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan menambah
khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.
1. Agama
Ketika
memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru,
yaitu agama Hindu-Buddha sejak berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya
baru tersebut membawa perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal
tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan.
2. Pemerintahan
2. Pemerintahan
Sistem
pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini
kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang
luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan
kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai,
Tarumanegara, dan Sriwijaya.
3. Arsitektur
3. Arsitektur
Salah satu
tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut
berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita
memperhatikan Candi Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas
yang berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya
India-Indonesia.
4. Bahasa
4. Bahasa
Kerajaan-kerajaan
Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar
berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan
hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu.
Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari
bahasa Sanskerta, yaitu Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya
Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.
5. Sastra
5. Sastra
Berkembangnya
pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra. Karya
sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya
kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya
sendiri. Karya-karya sastra yang muncul di Indonesia adalah:
- Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,
- Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan
- Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.
Agama Hindu
Agama Hindu
berkembang di India pada ± tahun 1500 SM. Sumber ajaran Hindu terdapat dalam
kitab sucinya yaitu Weda. Kitab Weda terdiri atas 4 Samhita atau “himpunan”
yaitu:
- Reg Weda, berisi syair puji-pujian kepada para dewa.
- Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci.
- Yajur Weda, berisi mantera-mantera untuk upacara keselamatan.
- Atharwa Weda, berisi doa-doa untuk penyembuhan penyakit.
Di samping
kitab Weda, umat Hindu juga memiliki kitab suci lainnya yaitu:
- Kitab Brahmana, berisi ajaran tentang hal-hal sesaji.
- Kitab Upanishad, berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.
Agama Hindu
menganut polytheisme (menyembah banyak dewa), diantaranya Trimurti atau
“Kesatuan Tiga Dewa Tertinggi” yaitu:
- Dewa Brahmana, sebagai dewa pencipta.
- Dewa Wisnu, sebagai dewa pemelihara dan pelindung.
- Dewa Siwa, sebagai dewa perusak.
Selain Dewa
Trimurti, ada pula dewa yang banyak dipuja yaitu Dewa Indra pembawa hujan yang
sangat penting untuk pertanian, serta Dewa Agni (api) yang berguna untuk
memasak dan upacara-upacara keagamaan. Menurut agama Hindu masyarakat dibedakan
menjadi 4 tingkatan atau kasta yang disebut Caturwarna yaitu:
- Kasta Brahmana, terdiri dari para pendeta.
- Kasta Ksatria, terdiri dari raja, keluarga raja, dan bangsawan.
- Kasta Waisya, terdiri dari para pedagang, dan buruh menengah.
- Kasta Sudra, terdiri dari para petani, buruh kecil, dan budak.
Selain 4
kasta tersebut terdapat pula golongan pharia atau candala, yaitu orang di luar
kasta yang telah melanggar aturan-aturan kasta.
Orang-orang
Hindu memilih tempat yang dianggap suci misalnya, Benares sebagai tempat
bersemayamnya Dewa Siwa serta Sungai Gangga yang airnya dapat mensucikan dosa
umat Hindu, sehingga bisa mencapai puncak nirwana.
Agama Buddha
Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama di India pada tahun ± 531 SM. Ayahnya seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maya. Buddha artinya orang yang telah sadar dan ingin melepaskan diri dari samsara.
Agama Buddha
Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama di India pada tahun ± 531 SM. Ayahnya seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maya. Buddha artinya orang yang telah sadar dan ingin melepaskan diri dari samsara.
Kitab suci
agama Buddha yaitu Tripittaka artinya “Tiga Keranjang” yang ditulis dengan
bahasa Poli. Adapun yang dimaksud dengan Tiga Keranjang adalah:
- Winayapittaka : Berisi peraturan-peraturan dan hukum yang harus dijalankan oleh umat Buddha.
- Sutrantapittaka : Berisi wejangan-wejangan atau ajaran dari sang Buddha.
- Abhidarmapittaka : Berisi penjelasan tentang soal-soal keagamaan.
Pemeluk
Buddha wajib melaksanakan Tri Dharma atau “Tiga Kebaktian” yaitu:
- Buddha yaitu berbakti kepada Buddha.
- Dharma yaitu berbakti kepada ajaran-ajaran Buddha.
- Sangga yaitu berbakti kepada pemeluk-pemeluk Buddha.
Disamping
itu agar orang dapat mencapai nirwana harus mengikuti 8 (delapan) jalan
kebenaran atau Astavidha yaitu:
- Pandangan yang benar.
- Niat yang benar.
- Perkataan yang benar.
- Perbuatan yang benar.
- Penghidupan yang benar.
- Usaha yang benar.
- Perhatian yang benar.
- Bersemedi yang benar.
Karena
munculnya berbagai penafsiran dari ajaran Buddha, akhirnya menumbuhkan dua
aliran dalam agama Buddha yaitu:
- Buddha Hinayana, yaitu setiap orang dapat mencapai nirwana atas usahanya sendiri.
- Buddha Mahayana, yaitu orang dapat mencapai nirwana dengan usaha bersama dan saling membantu.
Pemeluk
Buddha juga memiliki tempat-tempat yang dianggap suci dan keramat yaitu:
- Kapilawastu, yaitu tempat lahirnya Sang Buddha.
- Bodh Gaya, yaitu tempat Sang Buddha bersemedi dan memperoleh Bodhi.
- Sarnath/ Benares, yaitu tempat Sang Buddha mengajarkan ajarannya pertama kali.
- Kusinagara, yaitu tempat wafatnya Sang Buddha.
Pengertian Sejarah lokal menurut I GEDE WIDYA
PENDAHULUAN
Pertama – tama perlu disadari, bahwa dalam kegiatan
heuristik ditingkat lokal Indonesia, sulit mengharapkan tersedianya sumber –
sumber sejarah lokal yang begitu bervariasi. Tradisi penulisan sejarah dengan
tekanan pada daerah – daerah tertentu itu masih terus berlanjut sampai
sekarang. Tradisi penulisan sejarah sepertu ini disebut sebagai karya sejarah
“amatitan”oleh kalangan sejarah profesional, dan dianggap kurang bermutu
dilihat dari disiplin ilmu sejarah. Sudah ada berbagai batasan yang dikemukakan
oleh berbagai sejarawan tetapi banyak aspek-aspek pengertiannya yang masih bisa
diperdebatkan lebih lanjut. Malah seorang sejarawan
lokal Inggris yang terkenal H.P.R Finberg dalam bukunya lokal History,
objective dan Persuit tidak ada mengemukakan rumusan yang eksplisit tentang apa
sejarah lokal itu. Istilah sejarah lokal dan sejarah daerah digunakan secara
berganti-ganti tanpa suatu penjelasan yang tegas. Sejarawan Taufik Abdullah
dalam bukunya Sejarah Lokal di Indonesia ada memasalahkan penggunaan kedua
istilah tersebut. Menurut Budhi Santoso, Etnohistory bisa diterjemahkan
sebagai”sejarah suku bangsa atau sejarah etnis”. Istilah sejarah etnis ini
dijelaskan lebih lanjut oleh Budhi Santoso sebagai suatu rentetan kejadian atau
peristiwa dimasa lampau tentang suatu kategori sosial yang menyatakan dirnya
dan dikenal orang lain sebagai kelompok sosial yang lain. Kajian sejarah lokal
perlu memperhatikan empat langkah utama dalam kegiatannya. Keempat langkah itu
ialah pertama berupa usaha mengumpulkan jejak atau sumber sejarah,kemudian yang
kedua adalah usaha untuk menyeleksi atau menyaring jejak atau sumber sejarah, selanjutnya
menyusul langkah ketiga berupa usaha menginterpretasikan hunungan fakta yang
satu dengan fakta yang lainnya yang mewujudkan peristiwa tertentu dan akhirnya
langkah yang keempat adalah penulisan sejarah. Usaha untuk menelusuri
jejak-jejak sejarah sebagai langkah permulaan dari prosedur kerja sejarawan
sering disebut sebagai heuristik, dari kata Yunani ”heurisken” yang berarti menemukan.
Salah satu klasifikasi sederhana yang dikenal dikalangan sejarawan adalah
pembagian berupa jejak yang ditinggalkan tidak dengan sengaja oleh manusia
dalam kegiatannya sehari-hari dan yang dengan sengaja. Sejarawan lokal sudah
bisa memperhitungkan mana-mana jejak non material, jejak material, jejak
tertulis dan jejak yang disebut representasional.Jejak material yang dengan
sendirinya bersifat konkrit,terdiri dari berbagai macam benda, artefak-artefak,
buat barang-barang lainnya yang dihasilkan oleh manusia di waktu yang
lampau,sepert berbagai alat rumah tangga, alat pertanian, berbagai jenis mesin,
kendaraan lukisan, patung dan lain-lain.
Jenis jejak historis yang keempat
sebenarnya dimasukkan sebagai jejak material, hanya karena sifatnya yang khusus,
diberi istilah khusus oleh Kyvig dan Marty sebagai jejak “representational”, contoh
yang nyata adalah potret atau lukisan, yang kalau dilihat dari bendanya adalah
jejak material, tapi sekaligus mewakili jejak lainnya, gambaran sesuatu
tertentu yang terdapat dalam potret atau lukisan itu. Menurut Kyvig dan Party
peta bisa dimasukkan sebagai dokumen.Ada beberapa jenis peta sesuai dengan
tujuan-tujuan kepentingan tertentu dalam masyarakat, seperti peta penggunaan
tanah,peta hasil bumi dan tambang, peta kepadatan penduduk peta pemukiman
penduduk, peta aliran sungai, peta lalu lintas dan sebagainya. Sebagai langkah
kedua dari prosedur kerja yang perlu diperhatikan sejarawan lokal ialah apa
yang umum dikenal dilingkungan studi sejarah sebagai ”kritik sejarah”. Adapun
kritik sejarah dibedakan menjadi kritik ekstern dan kritik intern. Mengenai
kritik intern secara teoritisi langkah ini baru dilaksanakan sesudah kritik
ekstern selesai menentukan bahwa dokumen yang kita hadapi memang dokumen yang
kita cari,yang bukan saja dokumen yang berarti relevan dengan topik yang sedang
disusun, tapi lebih penting lagi bahwa sumber-sumber itu adalah sumber-sumber
yang otentik. Kritik intern sebenarnya terutama ditujukan pada sumber berupa
dokumen karena menyangkut sifat informasi dalam kaitan dengan posisi dari
sumber pemberi informasi dengan peristiwanya. Oleh sebab itu, kritik intern
terutama mempertanyakan dua hal pokok. Pertama, apakah pembuat kesaksian mampu
member kesaksian yang menyangkut antara lain hubungannya dengan peristiwanya.
HUBUNGAN SEJARAH LOKAL
DAN SEJARAH NASIONAL
Dasar kategorisasi peristiwa sejarah
yaitu, melihat peristiwa-peristiwa itu dalam rangka apa yang disebut sebagai
unit sejarah. Seperti yang dijelaskan oleh Sartono Kartodirjo, unit sejarah
mengandung pengertian”suatu bagian dari pengetahuan sejarah yang merupakan
suatu kategori serta bidang yang bisa dipahami. Adapun unit merupakan suatu
kompleks problem-problem tema-tema dan topik-topik yang kesemuanya ditempatkan
dalam pasangan waktu. Pola-pola dari fakta-fakta yang berada dalam satu
kerangka tersebut. Juga terkandung didalammya aspek kesatuan temporal serta
kesatuan spatial dari rangkaian peristiwanya. Sejarah lockl semakin kurang
terelokalisasikan. Sejarah lokal bersifat melebar, horisonnya semakin
berkembang menuju kearah perbandingan-perbandingan yang meluas, demikian pula
dasar-dasar acuannya. Bidang perhatiannya makin mengarah ke ruang lingkup
regional dan antar regional. Dikutip sebelumnya oleh Finberg & Skipp, bahwa
lingkungan-lingkungan sejarah dari yang paling sempit sampai pada yang paling
luas.hakekatnya merupakan serangkaian lingkaran konsentris.
Hubungan sejarah nasional dengan
sejarah lokal tentu saja tidak harus diartikan bahwa sejarah nasional itu
sendiri adalah semata-mata adalah gabungan dari sejarah-sejarah ditingkat
lokal. Masing-masing lokalitas memiliki realitas kesejarahannya sendiri yang
bisa dimengerti dalam rangka lokalitas. Disamping itu juga, seperti yang telah
dikemukakan oleh F.A. Soetjipto, tingkat keterkaitan sejarah lokal dalam
hubungan sejarah nasional juga berbeda-beda. Selanjutnya menurut F.A. Soetjipto
ada beberapa hal yang ikut menentukan keterkaitan kedua unit sejarah itu, seperti
seberapa jauh daerah tertentu berperan dan berkorelasi dengan daerah-daerah
lain dan seberapa tinggi prestasi daerah sehingga cukup memiliki gema di
daerah-daerah lain, dan seberapa tinggi prestasi daerah sehingga cukup memiliki
gema didaerah-daerah lain dan seberapa tinggi prestasi daerah sehingga cukup
memiliki gema didaerah-daerah lain. Mengenai hal yang terakhir ini,seperti yang
diakui oleh Soetjipto, tentu saja juga ditentukan oleh seberapa jauh telah dilaksanakan
penelitian sejarah lokal didaerah-daerah tertentu itu,sehingga kita betul-betul
mengerti dan tahu akan peran serta refleksinya dalam perspektif nasional.Adapun
pandangan Jordan,menyimpulkan bahwa betapa relatifnya batas lingkup sejarah
lokal dan sejarah nasional atau sejarah secara lebih umum antara sejarah mikro
dan sejarah makro.
TIPE-TIPE SEJARAH LOKAL
Sejarah lokal
tradisional bisa dikatakan merupakan tipe sejarah local yang pertama-tama
muncul di Indonesia.Sifat lokalitasnya dengan sendirinya mudah dimengerti
karena belum berkembangnya kesadaran akan kesatuan antar etnik yang meliputi
seluruh Indonesia seperti sesudah kebangkitan nasionalisme pada permulaan abad
20.Penyusun-penyusun sejarah lokal tradisional bisa diduga adalah tokoh-tokoh
intelektual tradisional yang juga tidak bisa dibandingkan dengan isi
kitab-kitab sejarah modern karena yang dipentingkan adalah tujuan untuk
mengabadikan pengalaman-pengalaman kelompok masyarakat itu dan cara membuat
uraiannya juga sesuai dengan alam pikiran masyarakat tradisional
itu.Penyusun-penyusun sejarah lokal tradisional tidak bisa dibandingkan dengan
sejarawan local professional yang berlatar pendidikan kesejarahan khusus.Salah
satu hal yang perlu diketahui juga bahwa penulis sejarah lokal tradisional ini
jarang ditampilkan,karena penonjolan individu dalam masyarakat tradisional ini
kurang dipentingkan.
Akhirnya penting yang perlu disadari
bahwa jenis sejarah lokal,meskipun bisa dikatakan merupakan sejarah lokal yang
pertama-tama berkembang di Indonesia,naumun dalam kenyataannya masih tetap
bertahan,bukan saja sebagai warisan masa lampau,tetapi terkadang isinya masih
dipercaya sebagai gambaran sejarah masa lalu jadi bersifat fungsional dalam
kehidupan kelompok tersebut.Di lain pihak,bagi sejarawan modern sejarah local
tradisional punya nilai tersendiri sebagai sumber sejarah,meskipun digunakan
dengan sikap kritis yang tinggi.
Salah satu karakteristik yang
menonjol dari tipe sejarah lokal dilentatis ialah bahwa tujuan penyusunnya
umumnya terutama untuk memenuhi rasa estetis individual untuk melalui lukisan
peristiwa masa lampau..Jadi apabila sejarah lokal tradisional lebih berfungsi
untuk memenuhi kepentingan kelompok,maka sejarah lokal dilentatis lebih
bersifat memenuhi tuntutan keingintahuan pribadi.Ada yang menggambarkan
pekerjaan kaum dilentatis ibarat seorang novelis dalam bidang sastra.Secara
khusus Nugroho Notosusanto meyebut kesenangan semacam ini sebagai pesona
perlawatan. Di Negara-negara Barat,seperti di Amerika Serikat,mereka ini
biasanya kemudian mengorganisir diri menjadi organisasi-organisasi pencinta
sejarah lokal,baik ditingkat desa atau distrik atau kota kecil,lengkap dengan
pengurusnya,kantor serta perpustakaannya,bahkan juga umumnya dengan tempat
koleksi yang menyimpan berbagai benda-benda bernilai sejarah dari lingkungan
sekitarnya.Organisasi seperti ini juga umumnya mendapat dukungan dari pemerintah
setempat,baik berupa dana maupun fasilitas lainnya.Sejarah lokal edukatif
inspiratif adalah jenis sejarah lokal yang memang disusun dalam rangka
mengembangkan kecintaan sejarah,terutama pada sejarah lingkungannya yang
kemudian menjadi pangkal bagi timbulnya kesadaran sejarah dalam artian yang
luas. Keterlibatan guru-guru sejarah di daerah dalam penyusunan sejarah local
jenos ini tentu juga menarik,karena ini sejalan dengan harapan Soeroto dan
Tjondronegoro tentang kemungkinan memberi posisi bagi guru-guru tersebut untuk
melaksanakan tugas-tugas penelitian sejarah lokal.Hanya tentu perlu yang
dipikirkan untuk melengkapi mereka dengan pengetahuan dasar metodologis sejarah
yang memadai.Prinsip-prinsip dasar metodologis ini perlu mereka
perhatikan,karena mereka juga bisa,atas inisiatif sendiri,melakukan studi
sejarah lokal yang benar-benar mengarah pada studi sejarah ilmiah.
Sejarah lokal kolonial merupakan
suatu kategori tersendiri dalam tipologi sejarah lokal,terutama karena beberapa
karakteristik yang dimilikinya.Karakteristik yang pertama dari sejarah lokal
jenis ini ialah bahwa sebagian besar dari penyusunnya adalah pejabat-pejabat
kolonial di daerah-daerah.Laporan itu bisa berupa memori serah jabatan atau
laporan khusus kepada pemerintah pusat di Batavia tentang suatu perkembangan
khusus di daerah kekuasaan pejabat bersangkutan atau bisa juga suatu laporan
penjajagan atas wilayah-wilayah tertentu di Indonesia yang sedang diincar oleh
pemerintah kolonial untuk dimasukkan dibawah pengaruhnya secara langsung atau
tidak langsung. Salah satu karakteristik yang paling mudah dilihat pada sejarah
lokal kritis analitis ialah sifat uraian atau pembahasan masalahnya yang telah
menggunakan pendekatan metodologis sejarah yang bersifat ketat.Mulai dari
pemilihan objek studi,langkah-langkah atau prosedur kerja sampai ke penulisan
laporan pada umumnya didasarkan pada konsep-konsep metodologis yang mantap.
Dilihat dari fokus serta pendekatan
metodologis yang digunakan dalam studi sejarah lokal kritis analitis lokal
kritis analitis ini,maka Taufik Abdullah membedakan adanya empat corak
penulisan diantaranya,corak pertama yang disebutnya sebagai”studi yang
difokuskan pada suatu peristiwa tertentu.diambilkan contohnya pada karya
Sartono Kartodirjo tentang pemberontakan petani di Daerah Cilegon Banten. Corak
kajian sejarah lokal kritis yang kedua yang disebut oleh Taufik Abdullah
sebagai studi yang lebih menekankan pada struktur dianggap bisa ditemukan
contohnya pada karya Clifford Geertz tentang suatu kota kecil di Jawa Timur.Sebagai
seorang ahli antropologi maka yang ditekankan ialah menemukan struktur sosial
atas dasar yang mana berbagai peristiwa historis itu dicarikan wadahnya
sekaligus penjelasannya. Jenis studi sejarah local kritis yang ketiga adalah
studi yang mengambil aspek tertentu dalam kurun waktu tertentu dari masa ke
masa.Di Sini yang ditekankan ialah pembahasan atau tema yang mencerminkan suatu
aspek serta proses sosial tertentu yang kemudian dicarikan penjelasannya pada
kaitannya struktur yang lebih luas yang dianggap sebagai pangkal dari aspek
serta proses sosial yang diteliti.Mengenai corak yang keempat dari Tipologi
Abdullah yaitu studi sejarah umum yang menguraikan perkembangan daerah tertentu
dari masa ke masa.Sifat popular dari sejarah lokal jenis ini antara lain
ditujukkan dengan corak uraian yang naratif kronologis.Adapun tujuan utama dari
usaha membuat tipologi sejarah lokal ini ialah untuk menunjukkan posisi dan
pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan sejarah lokal atas dasar mana yang
bisa digalang saling pengertian akan peran serta dan tanggungjawab masing-masing
pihak.
SEJARAH LOKAL DAN
TRADISI LISAN
Kebiasaan penyusunan sejarah tidak
bisa dilepaskan dari budaya suatu masyarakat .Pernyataan ini bisa dihubungkan
dengan penegasan Sartono Kartodirjo yang menyatakan bahwa”penulisan sejarah
sebagai salah satu bentuk perwujudan kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan kultur dan oleh karena itu senantiasa hidup dan bergerak. Sebagai
suatu aspek budaya maka kepentingan untuk menjelaskan atau memahami lingkungan
sekitar itu adalah sekaligus sebagai usaha untuk memberi pegangan pada
masyarakat terutama generasi berikutnya dalam menghadapi berbagai kemungkinan dari
lingkungan itu.Di sini tradisi lisan berfungsi sebagai alat ”mnenomik”,yaitu
usaha untuk merekam,menyusun dan menyimpan pengetahuan demi pengajaran dan
pewarisannya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Isi ceritanya juga makin lama makin
dibumbui dengan imbuhan yang disesuaikan dengan alam pikiran yang bersifat
magis religius.Pelaku-pelaku utama ceriteranya misalnya misalnya digambarkan
sebagai tokoh-tokoh yang memiliki kesaktian tertentu yang mampu melakukan
perbuatan-perbuatan yang penuh dengan kegaiban. Unsur yang terpenting dari
tradisi lisan.Seperti yang telah dikemukakan oleh vansina adalah pesan-pesan
verbal berupa pernyataan-pernyataan yang pernah dibuat di masa lampau oleh
generasi yang hidup sebelum generasi yang sekarang ini. Menurut Vansina,Tradisi
lisan bisa dibedakan menjadi beberapa jenis.Yang pertama berupa petuah-petuah
yang sebenarnya merupakan rumusan kalimat yang dianggap punya arti khusus bagi
kelompok,yang biasanya disusun berulang-ulang untuk menegaskan satu pandangan
kelompok yang diharapkan jadi pegangan bagi generasi-generasi berikutnya.
Bentuk yang kedua dari tradisi lisan
ialah kisah tentang kejadian-kejadian disekitar kehidupan kelompok,baik sebagai
kisah perseorangan atau sebagai kelompok.Adapum bentuk tradisi lisan yang
ketiga adalah yang sering disebut”ceritera kepahlawanan”,yang berisi
bermacam-macam gambaran tentang tindakan-tindakan kepahlawanan yang mengagumkan
bagi kelompok pemiliknya yang biasanya berpusat pada tokoh-tokoh tertentu dari
kelompok itu.Bentuk tradisi lisan yang terakhir yang disebutkan oleh Vansina
adalah yang bisa dimasukkan sebagai berbagai bentuk ceritera”dongeng” yang
umumnya bersifat fiksi belaka.Tradisi lisan sering dihubungkan dngan apa yang
biasa disebut folklore,karena folklorejuga menyangkut tradisi dalam kelompok
masyarakat tertentu.
SEJARAH LOKAL DAN
HISTORIOGRAFI TRADISIONAL
.
Harus diakui bahwa masyarakat
tradisional kita mempunyai cara-cara khusus dalm memandang peristiwa-peristiwa
khusus dilingkungannya sejalan dengan konsep-konsep sosio budaya jamannya CC
Berg sendiri sebenarnya sejak lama mendalami karakteristik dari karya-karya
sejarah tradisional ini,dimana dari salah satu karangannya dalam tahun 1938,dia
antara lain mengemukakan beberapa cirinya yang khusus sebagai berikut: Salah
satu hal yang dianggap oleh Berg cukup berpengaruh terhadap karya-karya sastra
sejarah yaitu adanya kepercayaan tentang kekuatan”sekti”,yang menjadi pangkal
dari berbagai peristiwa alam,termasuk yang menyangkut kehidupan manusia.Kekuatan
sakti ini menampakkan diri dimana-mana dan pada setiap saat.Sifat kekuatan
sakti ini bisa bekerja secara otomatis atau diperlukan orang-orang tertentu
untuk mengembangkan atau menggerakkannya.Demikian juga mengenai keberadaannya,juga
tidak bisa ditentukan dengan pasti,karena kadang-kadang bisa muncul atau lenyap
tanpa diketahui asal usulnya. Hal lain yang tercermin pada karya-karya sejarah
tradisional ialah kepercayaan tentang perbuatan magis atau sihir yang dilakukan
tokoh-tokoh tertentu.Suatu tokoh yang terkenal dari sejarah klasik Indonesia
ialah tentang tokoh Mpu Bharada dari daerah Wurare.Kehebatan sihirnya
digambarkan dalam perjalanannya ke Bali hanya dengan menumpang sehelai daun
kluih.Yang lebih hebat lagi ialah gambaran bagaimana dia melaksanakan permintaan raja Airlangga untuk
membagi kerajaannya menjadi dua.Pembagian ini dilaksanakan oleh Bharada dengan
terbang di wilayah yang akan menjadi batas kedua kerajaan itu sambil mengambil
air suci dari kendi.
Muncul kemudian ahli sejarah H.J. de
Graff yang untuk pertama kali tanpa ragu-ragumenggunakan bahan-bahan dari babad
sebagai sumber sejarahnya,namun perdebatan tentang peranan naskah semacam itu
sebagai sumber sejarah masih terus berlangsung.Menurut M.C. Ricklefs ada
beberapa hal yang merupakan sumber dari perdebatan ini.Pertama,masalahnya
terletak pada anggaran dasar,bahwa apabila kita berbicara tentang masalah
sejarah haruslah kita berbicara soal fakta,dalam pengertian seperti yang
ditujukkan oleh sumber-sumber yang berasal dari historiografi Barat yang dianggap
modern serta rasional. Pandangan Ricklef ini hakekatnya sejalan dengan
pandangan beberapa sarjana Indonesia,seperti yang antara lain diwakili oleh
pandangan beberapa sarjana Indonesi,seperti yang antara lain diwakili oleh
pandangan Soewito Santoso.Dia dengan tegas menyatakan bahwa jelaslah bagi kita sekarang
bahwa sumber-sumber sejarah kita sendir tidaklah boleh dikesampingkan dalam
telaah sejarah nasional kita.
SEJARAH LOKAL DAN
BEBERAPA SUBDISIPLIN SEJARAH
Penulisan sejarah di
Indonesia yang sebenarnya bermula dari apa yang disebut historiografi
tradisional dengan ciri-cirinya yang khusus kinitelah berkembang baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Empat tokoh ahli sejarah yang menekankan
pendekatan interdisipliner ini dianggap oleh Legge sebagai pelopor ke arah
pendekatan baru ini,yaitu Harry J Benda,W.F. Wertehim,J.H. Romein dan dari
Indonesia sendiri adalah Sartono Kartodirdjo. Perkembangan lain yang ikut
membawa pergeseran ke arah pendekatan ini ialah perdebatan yang sebenarnya
berlangsung dikalangan-kalangan ahli linguistik dan sastra yang menyangkut apa
yang disebut kritik strukturalis,yang terutama mempersoalkan sasaran kritik
sastra kea rah penemuan struktur dasar karya-karya sastra yang dianggap penting
dalam pemahaman karya-karya tersebut.Adapun kajian khusus dari beberapa aspek
kehidupan sosial masyarakat meliputi : (1) Stratifikasi sosial dan pola
kepemimpinan lokal (2) Dinamika masyarakat pedesaan (3) Pendidikan sebagai
faktor dinamisasi sosial (4) Komunikasi antar daerah,antar suku bangsa dan
pembaruan,(5) Sastra dan sejarah lokal.
Abdurrachman Surjomihardjo juga menyatakan bahwa
konsep ilmiah ini dalam kepustakaan selalu merupakan pengertian yang
batas-batasnya sukar untuk dirumuskan dan tidak pula dicapai kata akhir
mengenai perumusannya yang tepat.Kesulitan untuk merumuskan pengertian sejarah
sosial dijelaskan pula oleh Christopher Llotd dalam bukunya Explanation in
Social History,yang dikatakan bersumber pertama-tama dari kenyataan bahwa
sejarah sosial sebenarnya lahir dari beberapa disiplin induk,yaitu
sosiologi,sejarah politik, dan sejarah ekonomi. Secara lebih sederhana JJ.
Hecht merumuskan sejarah sosial secara idealnya sebagai”studi tentang struktur
dan proses tindakan serta tindakan timbal-balik manusia sebagaimana telah
terjadi dalam konteks sosio kutural dalam masa lampau yang tercatat dalam
Abdullah dan Surjomihardjo. Sartono Kartodirdjo mengemukakan bahwa sebenarnya
sejarah pedesaan adalah merupakan bagian dari sejarah sosial,karena masalah
pedesaan hakekatnya satu aspek saja dari kehidupan masyarakat secara
keseluruhan.Kekhasan sejarah pedesaan ini antara lain ditekankan oleh
Kuntowijoyo yang memberi batasan pengertian desa atau pedesaan,masyarakat
petani dan ekonomi pertanian. Abdurrachman Surjomiharjo juga mengemukakan
kesulitan merumuskan pengertian kota itu sendiri.Ada yang menekankan porsi
jumlah penduduknya serta fasilitas-fasilitas yang dimilikinya atau atas dasar
fungsinya atau dengan mengambil tradisi mesir kuno yang menggambarkan kota
dengan ideogram sebagai bulatan dengan garis silang ditengahnya yang
mencerminkan titik temu jaringan jalan yang menuju pusat kota. Secara lebih
khusus pusat perhatian sejarah ekonomi terutama yang bersifat terapan
kelihatannya berkembang menuju dua arah,Yang pertama ialah berkembangnya minat
yang besar pada studi yang menyangkut pertumbuhan ekonomi.
BAGIAN KEDUA
SEJARAH LOKAL DAN
PENGAJARAN SEJARAH
Kalangan ahli kurikulum seperti
dikatakan oleh Partington,sering datang kritik yang ditujukan pada pengajaran
sejarah.Pengajaran sejarah dianggap mempunyai kelemahan-kelemahan seperti :
sangat didominasi oleh pengajaran hafalan dengan terlalu banyak
menekankan”chalk and talk “ dikelas dan sangat lemah dalam hal mendorong
keterlibatan murid dalam proses belajar sejarah disekolah juga dianggap terlalu
menekankan memorisasi dengan mengabaikan usaha pengembangan kemampuan intelektual
yang lebih tinggi,sejarah dianggap tidak relevan dengan kebutuhan serta minat
murid ,karena sulit mengerti peristiwa sejarah yang terlalu memperhatikan
tingkah laku orangdewasa yang berada diluar jangkauan pengalaman murid,ditambah
lagi kesulitan murid untuk memisahkan antara fakta dan fiksi atau realitas
dengan mitos,pengajaran sejarah kurang menekankan pengembangan konsep serta
struktur peristiwa,karena terlalu banyak memberi tekanan pada peristiwa khusus
tertentu sehingga konsep serta struktur yang lebih mencakup keseluruhan menjadi
terabaikan. Suatu unsur pendukung bagi usaha pengembangan wawasan baru dalam
pengajaran sejarah ini ialah dikembangkannya suplemen kurikulum yang dikenal
dengan sebutan kurikulum muatan lokal.Kurikulum muatan lokal ini diartikan
sebagai proram pendidikanyang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan
lingkungan alam,lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah
dan wajib dipelajari oleh murid di daerah itu.
Tegasnya dalam lampiran Keputusan
Menteri P dan K itu disebutkan itu disebutkan tujuan diterapkannya kurikulum
muatan lokal itu adalah :
1.Bahan pengajaran akan lebih mudah
diserap oleh murid.
2.Sumber belajar didaerah dapat lebih mudah
dimanfaatkan untuk kepentingan
pendidikan.
3.Murid lebih mengenal kondisi alam,lingkungan
sosial dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya.
4.Murid dapat meningkatkan pengetahuannya mengenai
daerahnya.
5.Murid diharapkan dapat menolong orang tuanya dan
menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
6.murid dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilan
yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan disekitarnya.
7.Murid menjadi akrab dengan lingkungannya dan
terhindar dari keterangan dengan lingkungannya sendiri.
ILMU SEJARAH DAN
PENGAJARAN SEJARAH
Usaha-usaha lebih lanjut dari
sejarawan mengumpulkan sebanyak mungkin sumber-sumber sejarah tersebut untuk
selanjutnya diseleksi dan diuji kebenarannya dengan cara-cara tertentu yang
sering disebut kritik sejarah.Ini semua adalah dalam rangka usaha untuk
mewujudkan apa yang disebut fakta sejarah,yang tidak lain daripada keterangan
atau keismpulan tentang terjadinya peristiwa tertentu diwaktu yang lampau atas
dasar bukti-bukti yang ditinggalkannya sesudah mengalami pengujian jejak dengan
secermat-cermatnya. Boleh dikatakan usaha untuk mewujudkan fakta yang benar
inilah merupakan tugas yang paling menentukan dari sejarawan,karena bagaimana
gambaran sejarah dari peristiwa masa lampau manusia itu akan sangat tergantung
pada bagaimana fase kegiatan ini dilaksanakan.Memang masih ada fase-fase
lanjutan yang cukup menentukan yang perlu dikerjakan sejarawan,seperti fase
menginterpretasikan fakta-fakta tersebut dan menuliskannya sebagai suatu
ceritera yang utuh.
Dengan demikian kenyataan-kenyataan
tentang masa lampau seperti yang digambarkan diatas inilah yang akan dibawa ke
kelas oleh guru-guru sejarah.Apabila kita ingin menggambarkan sesuatu peristiwa
kehidupan manusia dengan lebih bermakna,kita seyogyangya mampu menggambarkan
peristiwa tersebut bukan secara luarnya saja,tapi yang juga yang mencerminkan
unsure dalamnya.Ini berarti kita masuk ke dalam dunia persepsi yang mnyebabkan kita perlu
mengembangkan proses menyimpulkan dan mengartikan melalui kekuatan imajinasi dari
pikiran.Di sinilah terlihat perbedaan fakta sejarah dan fakta dalamilmu
alamiah,dimana fakta dalam ilmu alamiah dianggap hanya memiliki bagian luara
saja.Implikasinya ialah seperti dikatakan oleh Burston,” We cannot present
historical facts to our class gor their direct inspection and examination”.(Kita
tidak mungkin membawa fakta sejarah ke dalam kelas untuk diamati dan diperiksa
secara langsung).Ini berarti bahwa fakta sejarah sukar di ragakan secara
langsung dihaapan murid.Karena itu fakta sejarah hanya bisa
diimajinasikan,bukan saja karena peristiwanya telah terjadi diwaktu masa lampau),tapi
juga seperti dikayakan tadi,karena ini menyangkut aktifitas manusia yang
memiliki unsur dalam yang memerlukan kemampuan imajinsi untuk bisa menangkap
dan menghayatinya.Dengan singkat bisa dikatakan bahwa guru sejarah dalam hal
ini harus menyampaikan sesuatu yangmemang pada dasarnya bersifat abstrak,oleh
karena itu pula guru sejarah perlu mengembangkan cara-cara pendekatan mengajar
yang bisa membantu murid menangkap peristiwa sejarah yang lebih bermakna. Sifat
lain dari sejarah yang juga peru diperhatikan ialah bagaimana kita memandang
masa lampau tersebut.Dengan mengambil anggapan Oaskeshott,Burston memebedakan
antara cara memandang masa lampau secara praktis dan secara historis.Yang
pertama lebih menekankan memandang masa lampau dari sudut efek praktisnya bagi
kehidupan orang yang memandangnya.Dalam kedudukan ini,mereka mungkin melihat
masa lampau itu sebagai sangat berpengaruh bagi kehidupan masa kini dan
sekaligus mereka juga umumnya member penilaian atau mempengaruhi gambaran
gambaran masa lampau tersebut,terutama dalam arti menghindarkan sikap sebagai
partisipan dari peristiwa yang dijadikan objek studi tersebut.
.
SEJARAH LOKAL SEBAGAI
SUATU PESPEKTIF
DALAM PENGAJARAN
SEJARAH
Sebelum kita melangkah
lebih jauh,kiranya perlu ditegaskan disini apa yang dimaksudkan
dengan”pengajaran sejarah lokal”.Dalam hal ini,yan pertama-tama perlu disadari
ialah bahwa pengajaran sejarah lokal berbeda dengan pengkajian atau studi
sejarah lokal.Yang pertama,merupakan bagian dari proses belajar dilingkungan
pendidikan formal dan oleh karena itu sasaran utamanya adalah keberhasilan
proses itu sendiri dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
kurikulum.Sedangkan yang kedua adalah kegiatan dalam rangka pencapaian
pengetahuan tentang peristiwa sejarah yang dijadikan sasaran studi,dalam hal
ini pengetahuan sejarah dari suatu lokalitas tertentu .Seperti diketahui
kegiatan ini bisa dilakukan secara amatir maupun secara profesional akademis. Berbicara
masalah kelebihan pengajaran sejarah lokal,ini terutama hendaknya diartikan
sebagai usaha mengidentifikasikan unsur-unsur yang bisa mengurangi
kelemahan-kelemahan yang umum dijumpai dalam pengajaran sejarah seperti yang
telah dikemukakan sebelumnya.Dalam hubungan ini,ada beberapa aspek positif yang
dimiliki oleh pengajaran sejarah lokal dibandingkan dengan pengajaran sejarah
yang konvensional yaitu kemampuannya untuk membawa murid pada situasi riil dilingkungannya.Secara
lebih khusus bisa dikatakan,bahwa pengajaran sejarah lokal seakan-akan mampu
menerobos batas antara dunia sekolah dan dunia nyata disekitar sekolah.
Berkaitan dengan hal terakhir
ini,bisa dikemukakan kelebihan yang lain dari pengajaran sejarah lokal yaitu
lebih mudah membawa siswa pada usaha untuk memproyeksikan pengalaman masa
lampau masyarakatnya dengan situasi masa kini bahkan juga pada arah masa
depannya. Perlu ditegaskan kembali bahwa dalam membimbing murid mengamati
masalah-masalah seperti tercermin pada topik-topik yang disebutkan diatas
seyogyanya guru sejarah memahami dengan baik aspek teoritis serta metodologis
yang bersifat elementer dari sub disiplin –sub disiplin sejarh,seperti sejarh
social,sejarah politik,sejarah ekonomi,sejarah pedesaan,sejarah kota dan
lain-lain.Hal ini perlu dikuasai guru agar guru bisa mengarahkan pengamatan
murid secara lebih cermat.Ini tidak berarti bahwa murid perlu diberi pelajaran
khusus tentang bidang tersebut,disamping karena ini akan memerlukan waktu
tersendiri,juga karena masih terlalu sulit bagi murid memahami teori-teori
serta metodologi sejarah khusus.
Langganan:
Postingan (Atom)